Saat airmata dan pengorbanan tak berarti

Kisah ini di mulai dari suatu pagi di sudut Jakarta,

06.30 :

Menteng : Pak Jono, seorang pejabat di sebuah intansi pemerintahan tampak sumringah pagi itu, karena sedang ada janji dengan seseorang yang special. Apalagi kemarin dia baru dapat uang pelicin. Dan berhasil menggelapkan uang anggaran dari kantor pusat dengan cara blowing up anggaran.
Ia ada janji dengan seorang wanita cantik yang pernah ia temui di kantor tempat ia bekerja, saat wanita tersebut ingin mengurus surat-surat di kantornya untuk meminta keringanan biaya rumah sakit anaknya, karena wanita tersebut dari kalangan tak punya. Sedangkan suaminya hanyalah seorang supir bajaj.

Bukit duri : Ipah, seorang wanita cantik istri seorang supir bajaj dengan satu anak yang sedang dirawat di rumah sakit cipto terlihat berdandan secantik mungkin dengan kosmetik murahan yang seadanya.
Supri sang suami yang dulunya adalah seorang karyawan di intansi pemerintahan setempat yang di pecat karena fitnah dan keserakahan atasannya, tampak curiga dengan gerak-gerik istrinya pagi itu. Supri yang sekarang hanyalah seorang supir bajaj.Karena Supri sempat memergoki sang atasan yang berbuat asusila pada bawahannya dan menerima suap dari sebuah perusahaan yang ingin membangun mall di daerah resapan air.dan supri tidak mau tinggal diam dengan mengancam akan mengadukan sang atasan ke kantor pusat. Tapi tapi karena kelicikan sang atasan akhirnya Supri pun di pecat karena perbuatan yang tak pernah dia perbuat alias di fitnah.
Supri coba bertanya kepada istrinya,kemana ia akan pergi dengan berdandan seperti itu, tapi istrinya hanya menjawab ia mau kerumah sakit menengok Ita anaknya yang sedang dirawat di Cipto.
Namun Supri tidak sepenuhnya percaya dengan kata-kata istrinya, karena perasaannya ada sesuatu yang tidak biasa pada istrinya.

8.30 :

di sebuah hotel murahan di kawasan matraman , Pak Jono bertemu dengan Ipah istri seorang supir bajaj istri Supri. Lalu masuk ke salah satu kamar di hotel tersebut.
Dari kejauhan, Supri yang membuntuti sang istri dengan bajajnya, menahan rasa amarah dan cemburunya. Ia berpikir, mungkinkah istrinya melakukan ini karena ketidak mampuannya sebagai suami untuk memberikan penghidupan yang layak bagi istri dan anaknya. Apalagi saat ini anaknya butuh biaya yang tidak sedikit untuk perawatan dan biaya rumah sakit. Ia hanya bisa meratapi nasib, dan hatinya goyah terhempas oleh badai cemburu, amarah,kesedihan dan segala perasaan yang menyiksanya dan tak bisa digambarkan oleh kata-kata.

11.30 :

dirumah kontrakan dikawasan Bukit duri terjadi pertengkaran yang hebat antara suami istri. Supri dan Ipah. Sumpah serapah keluar dari masing-masing pihak dan saling menyalahkan. Terkadang terdengar suara-suara berang yang pecah dari dalam rumah tersebut. Tak berapa lama kemudian keluarlah Supri dari dalam rumah dengan wajah di penuhi rasa amarah dan kepedihan. Dan dari dalam rumah hanya terdengar suara tangisan seorang wanita. Ipah sang istri tukang bajaj.

14 : 30

setelah lelah keliling-keliling dengan bajajnya, Supri berkumpul dengan kawan-kawannya di pangkalan. Tapi ia hanya bisa bengong. Diwajahnya masih terlihat gurat-gurat amarah yang dipendah bercampur dengan kepedihan.
Tak lama kemudian terlihat dia meminum minuman keras yang menurut dia bisa menghilangkan semua masalah yang dideritanya. Sebuah pemikiran singkat dengan kebodohan dan gelapnya hati.
Di lain tempat tampak Umar yang sedang menyiapkan keperluannya untuk berdagang sate malam nanti. Dari menusuk-nusuk daging yang sudah di potong kecil-kecil sampai menghaluskan kacang goreng untuk bumbu sate.
Di matanya tampak sebuah impian akan keuntungan yang akan di dapat malam nanti dan bisa untuk membiayai anaknya yang besok akan mendaftar masuk sekolah dasar yang ternyata tidak murah, walau digembor-gemborkan sekolah gratis atau segala sesuatu kemudahan untuk sekolah yang nyatanya banyak pungli di sana-sini.

19: 59

Gerimis mengguyur jakarta malam ini. Umar dengan harapan dan motivasinya yang tinggi berteriak menjajakan sate buatannya. Baru dua pelanggan yang beli satenya saat itu. Sampai suatu ketika saat sampai di kawasan manggarai utara ada sebuah bajaj yang dikendarai seorang supir bajaj yang sedang mabuk menabraknya dan kabur meninggalkan Umar yang jatuh tersungkur di aspal yang basah oleh gerimis. Gerobak satenya jatuh dan hancur, ban yang penyok terlepas dari gerobaknya, daging sate yang masih mentah jatuh beserakan bercampur tanah yang basah, piring –piring dan gelas pecah bersama bumbu sate yang di taruh di dalam toples.

Airmatanya berlinang. Hatinya hancur. Harapannya terasa musnah. Terbayang wajah Ani anaknya, yang menangis karena tak bisa sekolah.
Masyarakat sekitar yang melihat kejadian itu hanya bisa terpaku dan hanya bisa merasa iba tanpa bisa berbuat apa-apa .

Tak lama kemudian gerimis pun semakin besar menjadi hujan,
Saat itu terlihat supri yang di pukuli masa karena menabrak tukang sate di daerah manggarai utara. Bajaj – nya di bakar. Karena hujan semakin besar, Supri di biarkan terkapar di jalan dekat bajaj –nya yang dibakar massa. Dengan mata yang berlinang airmata bercampur air hujan, entah apa yang ada dalam fikirannya. Supri dibawa dua orang polisi ke kantor polisi Manggarai untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya yang menabrak tukang sate.

Supri menagisi nasibnya yang tragis, anak yang sakit, istri yang selingkuh menjajakan tubuhnya untuk biaya anaknya yang sakit karena ketidak mampuannya memberi rejeki yang cukup. Bajaj yang menjadi tumpuan hidupnya untuk mengais rejeki dibakar massa, dan sekarang dirinya yang terancam hukuman penjara karena menabrak Umar si tukang sate sehingga ia akan berada jauh dari orang-orang yang ia cintai. Anak dan Istrinya.

Di sisi dunia lainnya, tepatnya di lorong rumah sakit . Seorang ibu menangis sejadi-jadinya. Melihat anak yang dia cintai pergi meninggalkan dirinya dan dunia. Ita, meninggalkan dunia yang kejam ini di lorong rumah sakit yang terkenal telah menelorkan dokter-dokter ternama dan terbaik di Indonesia. Ia tidak mendapatkan kamar untuk perawatan karena kurangnya biaya. Dan oknum rumah sakit terkenal itu lebih mementingkan pasien yang berduit ketimbang Ita yang mempunyai penyakit lebih parah,yaitu kanker paru-paru. Di mata Ibu muda tersebut menetes dengan deras air mata penyesalan, kesedihan, kemarahan, rasa hina dan segala emosi yang tak dapat terbendungkan lagi.

Terbayang lagi di pelupuk matanya, dari menjual kehormatannya ke seorang pejabat pemerintahan, mengkhianati suami tercinta, bertengkar dengan suami yang di hormatinya. Demi mencari uang untuk pengobatan anaknya tercinta,Ita. Hatinya hancur lebur , harapan musnah. Entah apa kata-kata yang bisa menggambarkan perasaan nestapa dari Ipah, ibu muda yang rela melakukan apa saja untuk pengobatan anak tercintanya.

Di waktu yang sama, dalam sebuah kamar hotel di kawasan Mangga dua. Seorang lelaki setengah baya asyik masyuk bercengkrama dengan dua orang wanita penghibur sekaligus,di meja terdapat botol-botol minuman beralkohol, rokok impor, dan dua buah bungkusan yang berisi bubuk putih dan puluhan pil berwarna –warni. Kiranya dia sedang menfoya-foyakan uang hasil suap dan korupsinya. Setelah tadi pagi berhasil membeli kehormatan istri seorang supir bajaj yang lemah imannya karena butuh uang untuk biaya rumah sakit anaknya, dan menghancurkan rumah tangganya dengan suami tercinta. Dia tertawa keras dengan bangga karena telah berhasil mengelabui bangsa yang besar ini sehingga dapat mengambil keuntungan dari bobroknya sistem.

Ya… dia adalah Pak Jono.



judul asli :Suatu hari di sudut jakarta
sumber : www.bambukuning.wordpress.com
link : http://bambukuning.wordpress.com/2009/01/14/suatu-hari-di-sudut-jakarta/
Posted on 13.12 by Ahry Almanggaray and filed under | 0 Comments »

0 komentar:

Posting Komentar